Minggu, 14 Februari 2010

Kembali kepada jati diri, dan materi hanya sebagai alat untuk menyelesaikan masalah hidup.



Perilaku manusia yang berkonsep materi adalah : membutakan diri dengan keadaan hidup, cuek dalam hubungan kemanusiaan dan hanya ingin senang. Ia tidak mau tahu akan adanya tanggung jawab/kewajiban dan permasalahan hidup. Ia terjebak oleh keinginan-keinginannya, dan ia sakit hati kepada orang yang kehidupannya lebih baik. Ia tidak mau mendengar tentang ajaran agama/hukum. Sifat materi tidak pernah tahu dengan masa depan. Ia melulu bicara kebenaran uang, gengsi diri, yang menyebabkan hancurnya hubungan keluarga. Orang sekarang, rukun dalam hal bicara kejahatan, tidak dalam memperjuangkan nasib hidup, lupa pada diri sendiri. Siapa saya? Bagaimana pengalaman hidup saya dalam menuju kematian? Ia tidak pahami itu. Orang yang berkonsep materi hanya ingat pada Tuhan pada saat meminta yang disimbulkan dengan Duryodana dalam kisah Mahabharata. Kematiannya adalah nasibnya. Manusia harus kembali pada konsep untuk mengerti perjalanan hidup bukan untuk hari ini. Perjalanan hidup masih panjang. Jangan merasa kaya. Berapa supaya dianggap kaya? Apa artinya kekayaan itu? Hancurnya Korawa akibat dari konsep ini. Kematian demi kematian, apa sebabnya? Kita belum mampu mengambil keputusan, sama halnya seperti perang antara Sugriwa—Subali. Siapa yang harus mati? Kebanyakan Sugriwa yang dibunuh (rumah tangganya), supaya dianggap gengsi oleh masyarakat.

Bagaimana bisa tenang berpikir? Kita hanyut dibawa khayalan kenikmatan dunia tanpa mengerti permasalahannya? Kita cuek terhadap permasalahan dan dilemparkan kepada orang lain. Kita tidak mampu memprogramkan kehidupan supaya bisa santai.

Manusia dunia adalah manusia yang kekurangan dan manusia bodoh, karena masalahnya tidak pernah diketahui. Komunikasi antar manusia terputus, kecuali ada uangnya baru bisa bicara. Semua mau mencari keuntungan. Kebaikan hubungan manusia sekarang karena uang. Dengan konsep pikiran yang salah, uang itu yang akan menghancurkan hidupnya.

Manusia harus menyatu pada Tuhan, sedetikpun tidak boleh lupa, untuk kesadaran kita sehingga kita mengerti apa yang harus diperbuat dan kita mempunyai gairah untuk berusaha. Kita tidak boleh lari dari kesulitan hidup. Kita harus mau menerima segala macam permasalahan, supaya bisa belajar dan mengerti tentang hidup. Inilah yang menyebabkan manusia selalu bekerja sehingga ia mempunyai pengalaman diri. Suka duka harus dialami dan diterima, yang sesungguhnya berfungsi untuk memutar kehidupan ini.

Konsep materi melahirkan pemimpin dengan segala cara, karena sudah dikutuk maka pintu penjara sudah dibuka. Hancurnya perasaan manusia sekarang karena tidak mau mengerti. Selama ia ingat dengan dirinya, ia tidak pernah bersedih. Bila ingat dirinya, ia penuh dengan pengertian, semua rela berkorban, mau merukunkan diri. Kerelaan berkorban akan bertemu dengan kewajiban dan tanggung jawab menuju pada masa depan.

Konsep material sekarang menerima pahala. Semua di zaman Kertha harus bersih untuk menyadarkan umat manusia bahwa perilakunya menghancurkan umat manusia termasuk dirinya sendiri. Manusia melihat mana yang benar dan mana yang salah.

Tidak berkonsep materi bukan berarti materi tidak penting, materi justru sangat diperlukan. Yang menghancurkan manusia sekarang adalah keinginan dan gengsi yang disimbulkan dengan Salya dan Karna dalam Mahabharata. Hidup dengan dalih dan alasan, yang merupakan awal kehancuran dari umat manusia. Bukannya salahnya uang. Selama otak kita dikuasai oleh keinginan dan gengsi, otak kita tidak bekerja. Ia tidak mengerti bagaimana menata hidup.

Manusia harus kembali kepada jati diri, dan materi adalah sebagai alat untuk menyelesaikan masalah hidup. Kita harus kembali kepada jiwa kita. Saat ini diperlukan sikap meditasi rileks, tidak diharuskan terlalu berkonsentrasi, untuk membuka beban hidup ini.

Eling (ingat pada diri sendiri yang bersumber pada Tuhan) sebagai jalan keselamatan


Proses kehidupan ini tetap jalan sama dengan putaran matahari. Yang tamat riwayatnya saat ini adalah kebiasaan karena tidak mau mengerti dengan proses perjalanan hidup. Tidak ada yang bisa menghentikan proses hidup ini. Inilah kesulitan pertama dalam hidup. Siapa yang bisa mengimbangi proses kehidupan ini, ialah yang bahagia dalam hidupnya. Bagi yang tidak bisa, orang inilah yang disebut diseret oleh zaman.

Konsep kehidupan yang didambakan adalah seperti konsep hidup Pandawa, sebab dari konsep materi (Korawa) melahirkan pikiran jahat. Perilaku manusia persis seperti perang Bharatayuda. Dengan melakukan kejahatan berarti otak kita dibunuh. Semua kehidupan akan menjadi berantakan karena selalu ada keinginan saling mendapatkan maka adanya kehidupan yang saling mencurigai.

Dada kita diganggu oleh keinginan berkelahi, selalu merasa tidak puas, tidak menyenangkan. Kekecewaan akan hidup ini menghancurkan kehidupan kita. Inilah menyebabkan terganggunya kita sekarang. Semua saling berprasangka, karena menganggap diri yang paling benar. Kemana manusia bersembunyi sekarang? Apa ada tempat untuk tidak kecewa? Sesungguhnya dalam hidup ini tidak perlu kecewa tetapi belajar memahami proses kehidupan yang panjang dan rumit serta sulit. Manusia hidup dikuasai oleh kekecewaan, karena kita berprasangka, membayangkan dan bukan mengalaminya.

Kita diajak berpikir tidak sempurna. Siapakah yang bisa mendapatkan kebahagiaan? Ada bayang-bayang yang ada di dalam diri kita. Itulah hasil karma kita yang menjadi Sancita yang membuat manusia tersiksa hidupnya oleh bayang-bayang. Selalu dirundung oleh kecewa. Suatu sikap mental yang tidak dibenarkan, sikap materi, sikap pamerih, ia malas, yang tidak mau tahu dengan ajaran sebab dan akibat (Karmaphala). Manusia terjebak oleh akibatnya sehingga ia tidak bisa diajak berpikir realistis/kenyataan. Ia berperasaan, tidak bisa diajak mempertimbangkan sebab manusia dikuasai oleh keinginannya. Ia tidak mampu melihat dirinya. Ia tidak tahu keperluannya. Ia memerlukan pengorbanan yang besar untuk mendapatkan kenikmatan. Hancurnya manusia sekarang, karena ia hidup tidak ada yang menghargai.

Orang yang selamat dalam zaman Kali ini adalah orang yang ingat (eling). Orang yang mengerti dirinya sendiri yang bersumber dari Tuhan. Manusia menggerutu karena tidak mengerti dirinya, ia hanya tahu badannya, sehingga hanya keinginannya yang menonjol.

Kita hidup bagaimana mengatasi masalah. Sekarang masalah hidup menumpuk yang membuat kecewa. Antara kemampuan dan keinginan tidak harmonis. Jalan selamat adalah eling, karena kita bersumber pada Tuhan, karena Tuhan menciptakan rwabhineda (perbedaan) ini. Yang kita rasakan adalah suka dan duka. Dalam diri kita ada roh dan badan. Kita tidak mau meyakini Tuhan, budi luhur kita hilang sehingga menjadi manusia raksasa (hanya tahu dunia, dan tidak tahu sumbernya). Ia tidak mau mengerti hubungannya dengan lingkungannya.

Keharmonisan hidup adalah saling membantu. Dunia sekarang kehilangan kehidupan seperti ini. Lalu dimana kesenangan itu? Dalam hubungan manusia sekarang yanga da saling mencurigai, berprasangka yang tidak baik kepada orang lain. Lalu dimana rasa aman dan nyaman itu? Lalu bagaimana kelanjutan hidup ini. Ini adalah masalah ketakutan. Proses hidup menghendaki biaya yang besar, dari mana sumber biaya itu?

Orang sekarang bersembunyi di balik kata-katanya. Jiwa kita naik ke atas sedangkan badan kita turun. Ini tidak harmonis. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya suatu pengertian untuk berpikir bagaimana menciptakan rasa aman.

Manusia yang eling mengerti kodratnya yang diciptakan oleh Tuhan. Kita harus mengerti diri kita bahwa dalam diri kita semua ada pertentangan, maka diberikan pikiran untuk mempertimbangkan apa yang harus dilakukan.