Kalau kembali kepada tri kerangka agama, juga untuk dapat melihat hubungan Falsafah,
Rituil dan Ethica sehingga dapat menemukan kekuatan yang ada serta dapat memanfaatkannya.
Rituil dengan serba neka bentuk dan wujudnya. Begitu juga unsur-unsur dunia.
Lalu apa yang terkandung dalam unsur-unsur rituil itu? Perlu diingat pengertian
BHUWANA AGUNG dan BHUWANA ALIT atau MAKROKOSMOS dan MIKROKOSMOS.
Hal itu berarti bahwa uraian dari materi rituil itu adalah merupakan uraian
Falsafah atau suatu kebenaran
hakekat. Unsur dunia, seperti bumi (tanah) atau hasil-hasil yang terpendam di
dalam tanah, air, tumbuh-tumbuhan, binatang,
unsur udara serta isinya yang lain. Susunannya disesuaikan dengan unsur-unsur yang mana lebih
tinggi fungsinya untuk memberikan kebahagiaan. Bagaimana pula agar kesemuanya dapat menunjukkan keharmonisannya, sehingga yang satu dengan yang lain tidak akan mengganggu pandangan atau mengurangi fungsi yang lain. Mantram sebagai ucapannya
agar dapat menunjukkan fungsi
dari unsur atau bagian dan rituil yang sedang dipergunakan,
atau yang sedang dikerjakan. Begitu
juga dengan rituil dan mantram akan disesuaikan dengan upacara apa yang sedang dilakukan, dan untuk apa. Dan begitu juga dengan etika yang
dipergunakan. Materinyapun tidak ketinggalan.
Baik materi sebagai alat yang
utama, maupun sebagai alat pembantu. Rituil keagamaan yang tertuju kehadapan
Tuhan sebagai sumber hidup dan pemberi hidup, juga tak kurang pentingnya persembahan sebagai manusia untuk
keperluan hidup dan sumber hidup (atman), juga pada bangsa dan negara sebagai sumber hidup dan pemberi
tempat serta mencari alat untuk hidup, perlu adanya persembahan. Dalam upacara keagamaan,
persembahan yang lebih luas lagi
bukan hanya sekedar berupa materi
dan tenaga lahiriah saja, namun perlu
adanya pengorbanan perasaan (rohani)
dan tenaga yang tersembunyi
berupa CIPTA. Kedua-duanya menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Ini
merupakan kebenaran dari kata TRI KAYA
PARISUDHA. Semuanya dipersembahkan untuk keperluan sumber hidup (Brahman). Tattwa merupakan suatu kebenaran yang sejati (sumber hidup atau
jiwa) yang diuraikan dengan upakara
(banten, sajian-sajian) dan dengan ucapan-ucapan melalui kitab-kitab suci
seperti Weda-weda dan lain-1ainnya. Bila
pikiran telah terang seperti panas yang dapat menimbulkan sinar (nyala) akan
dapat melihat dari Upakara (Rituil) dan Etika, kebenaran apa yang terkandung di
dalamnya. Karena hubungan antara objek (rituil) dengan indria, akan timbullah
suatu perasaan yang bersifat dua atau RWABHINEDA.
Kembali lagi untuk menentukan rwabhineda
itu, apakah akan menimbulkan
kesedihan atau kegembiraan, tergantung ada unsur aku (pribadi). Melihat unsur
rituil itu hanya sekedar hiasan hidup yang mati, atau merupakan suatu simbul
kebenaran yang terurai tergantung kepada mata aku (pribadi) yang memandang. Upakara
memberikan ilham akan kebutuhan materi untuk dapat hidup yang sehat dan
sempurna. Upakara memberikan ilham akan keserbanekaan keperluan materi di dunia.
Upakara memberikan ilham untuk mencarinya di dunia. Materi upakara memberikan
pengembangan ratio untuk menyelidiki alam jagat raya dengan segala isinya. Upakara
pula memberikan perangsang mengadakan korban untuk kepentingan orang 1ain, baik
berupa materi, tenaga dan moril. Upakara juga memberikan perangsang untuk mengembangkan
pengetahuan dunia (alamiah) dan pengetahuan iratio yang mistik. Upakara juga
memberikan perangsang dalam etika pergaulan agar segala tingkah laku menjadi
alat penghubung yang menyenangkan dan tertib, serta penuh sopan santun yang
berbudi luhur. Upakara juga dapat memberikan perangsang untuk mengembangkan
seni budaya yang baik, sopan, serta dapat memberikan kepuasan hidup yang
kreatif. Jadi rituil itu adalah suatu yang hidup yang dapat menambah gairah di segala
bidang. Pikiran (manah), budhi, citta, indria, ahamkara semuanya dapat terpenuhi diarahkan kepada sumber
hidup dan prikehidupan di dunia menuju kematian (kebebasan). Rasio akan
berkembang dengan pesatnya, sehingga akan bermunculan penemuan yang baru, demi mengisi
hidup yang serba maju dan dapat mengisi keinginan yang serba baru dengan seni
budaya yang selaras dengan perkemangan
zaman. Spirituil akan maju dengan pesatnya, karena pengertian yang akan
dibawakan oleh tujuan dari upakara.
Keinginan akan berubah menjadi suatu kemauan yang luhur demi memelihara
rohani dan jasmani. Keterikatan akan
semua materi akan berubah menjadi
suatu alat yang berfungsi untuk memelihara
kedamaian dunia dan badan. Sebab
untuk mendapat penemuan yang baru,
telah tergores suatu pengorbanan di
segala bidang. Dapat yang satu, hasilnya
akan dipakai atau dipergunakan
untuk menemukan yang kedua, begitulah
seterusnya, sehingga merupakan korban (yadnya) yang besar yang
dapat disumbangkan kepada dunia atau
sesama manusia. Keinginan yang ditingkatkan
oleh adanya pengertian hidup
akan menjelma menjadi kemauan
dan keberanian berkorban dengan segala resikonya.
Dengan kemauan sebagai modal hidup berjuang, yang didampingi oleh ilmu pengetahuan yang bijaksana, tenaga, serta materi yang ada.
Kesemuanya akan dikorbankan demi suatu kemauan
yang diprakarsai oleh pikiran yang
terang. Begitu juga pengetahuan agama akan menjadikan sumber berpikir dalam menyelidiki dunia
dengan hakekat yang tersembunyi dalam simbul kata-kata. Pengetahuan agama tidak akan menjadi pengetahuan yang mati. Ceritra agama tidak akan menjadi pengetahuan ceritra hiburan belaka. Pengetahuan agama baik yang
merupakan kitab suci, maupun yang
merupakan ceritra dan lain-lainnya akan merupakan bahan pengetahuan yang hidup.
Jiwa dan pengetahuan itu sendiri perlu mendapat penyelidikan. Nama adalah
merupakan satu istilah kehidupan. Berkembanglah ilmu pengetahuan sastra dan
pengetahuan lainnya yang kreatif dan positif. Dengan berkembangnya daya
berpikir manusia yang kreatif dan positif akan merubah pandangan hidup beragama
serta pandangan mengenai agama itu sendiri. Agama tidak hanya sebagai DOGMA,
tetapi merupakan ajaran kebenaran dan kenyataan.
Agama
tidak saja merupakan suatu seni penghibur bagi orang-orang yang kesedihan (lemah),
tetapi merupakan suatu keharusan hidup yang bahagia/agama tidak hanya sekedar
ajaran kerohanian yang sempit, tetapi
adalah suatu ajaran ketuhanan dalam segala manifestasinya yang terbebas, dan
kreatif serta hidup. Dengan pengetahuan agama akan dapat merubah pandangan yang
berat sebelah, menjadi seimbang dan sempurna yang penuh TATTWAMASI. Sarwa idham khalu
Brahman, Wyapi wyapaka, Atman Brahman Aikyam atau bersatu padu menjadi
suatu pengertian hidup sebagai mikrokosmos dan makrokosmos akan terpenuhi. Kama (keinginan indria akan materi dunia),
akan dapat terpenuhi. Artha akan dapat membawa alat-alat indria pengisi KAMA itu pada tujuan
atau proporsinya, sehingga dapat dipakai alat menjalankan dharma (kewajiban). Setelah itu dapat dipenuhi, KEBAHAGIAAN telah
tercapai. Jadi bukan berarti bahwa hidup ini harus terkendali oleh suka duka,
namun harus dapat membebaskanya dengan pikiran yang terang (PENGERTIAN). Bila
telah sampai pada pengertian hidup sebagai manusia yang lahir dan akan mati,
serta hidup adalah untuk berusaha membebaskan citta yang menyebabkan lahir kembali dengan dunia sebagai alatnya (Wiswamurti)