A. Posisi Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Sub Sistem Peradilan Pidana
Lembaga Pemasyarakatan sebagai Sub Sistem Peradilan berada dibawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama dengan sub sistem lainnya.
Sebagai Lembaga Pembinaan posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari Sistem Peradilan Pidana, yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai kepada penanggulangan kejahatan (suppression of crime). Sebagai sebuah tahapan pemidanaan yang terakhir, sudah semestinya dalam tingkatan ini harus terdapat bermacam harapan dan tujuan dari sistem peradilan pidana terpadu yang ditopang oleh pilar-pilar proses pemidanaan dari mulai lembaga kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Harapan dan tujuan tersebut dapat saja berupa aspek pembinaan dari penghuni Lembaga Pemasyarakatan yang disebut narapidana.
Sebagai Lembaga Pembinaan posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari Sistem Peradilan Pidana, yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai kepada penanggulangan kejahatan (suppression of crime). Sebagai sebuah tahapan pemidanaan yang terakhir, sudah semestinya dalam tingkatan ini harus terdapat bermacam harapan dan tujuan dari sistem peradilan pidana terpadu yang ditopang oleh pilar-pilar proses pemidanaan dari mulai lembaga kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Harapan dan tujuan tersebut dapat saja berupa aspek pembinaan dari penghuni Lembaga Pemasyarakatan yang disebut narapidana.
Dalam konteks dan pengertian yang komprehensif mengenai sistem peradilan pidana yang terpadu, semestinya kesadaran aspek pembinaan yang akhirnya bermuara di Lembaga Pemasyarakatan, harus sudah timbul dan disadari sejak mulai dengan penahanan dan penyidikan, yang dilanjutkan dengan proses pendakwaan, penuntutan di tingkat lembaga kejaksaan, sampai dengan proses pemeriksaan, pembuktian, pengadilan dan pemutusan oleh hakim di pengadilan. Dalam arti bahwa sejak pertama kepolisan melakukan tindakan hukum kepada seorang tersangka, jaksa melakukan tindakan hukum pendakwaan dan penuntutan, hakim melakukan tindakan hukum pemeriksaan, pembuktian, pengadilan sampai akhirnya memutuskan, harus menyadari betul bahwa semua tindakan yang dilakukan akan mempunyai dampak dan pengaruh yang signifkan dalam upaya proses penyadaran kepada pelaku kejahatan melalui proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
B. Sistem Pemasyarakatan sebagai Sistem Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Sistem Pemasyarakatan erat kaitannya dengan pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan yang dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan penjatuhan pidana. Pelaksanaan sistem hilang kemerdekaan yang berlangsung selama kurun waktu tertentu merupakan refleksi-refleksi historis dalam perkembangan falsafah Peno Koresksional dari masa ke masa. Secara singkat dapat dikatakan sejarah Pemasyarakatan memuat value oriented atau value centered, karena Sistem Pemasyarakatan itu sendiri konsisten dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Konsepsi Pemasyarakatan, bukan semata-mata merumuskan tujuan dari pidana penjara, melainkan suatu sistem pembinaan, suatu methodology dalam bidang Treatment of Offenders. Sistem Pemasyarakatan bersifat multilateral oriented, dengan pendekatan yang berpusat kepada potensi-potensi yang ada, baik pada individu yang bersangkutan maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu keseluruhan. Secara singkat, Sistem Pemasyarakatan merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana hilang kemerdekaan.
B. Sistem Pemasyarakatan sebagai Sistem Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Sistem Pemasyarakatan erat kaitannya dengan pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan yang dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan penjatuhan pidana. Pelaksanaan sistem hilang kemerdekaan yang berlangsung selama kurun waktu tertentu merupakan refleksi-refleksi historis dalam perkembangan falsafah Peno Koresksional dari masa ke masa. Secara singkat dapat dikatakan sejarah Pemasyarakatan memuat value oriented atau value centered, karena Sistem Pemasyarakatan itu sendiri konsisten dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Konsepsi Pemasyarakatan, bukan semata-mata merumuskan tujuan dari pidana penjara, melainkan suatu sistem pembinaan, suatu methodology dalam bidang Treatment of Offenders. Sistem Pemasyarakatan bersifat multilateral oriented, dengan pendekatan yang berpusat kepada potensi-potensi yang ada, baik pada individu yang bersangkutan maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu keseluruhan. Secara singkat, Sistem Pemasyarakatan merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana hilang kemerdekaan.
Sistem pidana penjara mulai dikenal di Indonesia dalam Wet Boek Van Strafrecht Voor Nederland Indie, atau lebih dikenal dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tepatnya pada Pasal 10 yang berbunyi : Pidana terdiri atas : (a) Pidana Pokok terdiri dari Pidana Mati, Pidana Penjara, Pidana Kurungan, Pidana Denda, Pidana Tutupan, (b) Pidana Tambahan terdiri dari : Pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman Putusan hakim.
Sistem Pidana Penjara melahirkan Sistem Kepenjaraan yang berlandaskan kepada Reglement Penjara. Reglement Penjara sebagai instrumen penjatuhan pidana penjara memerlukan wadah atau tempat pelaksanaan yang dikenal dengan Rumah-rumah penjara. Secara etimologi kata penjara berasal dari penjoro (Jawa) yang berarti tobat atau jera.
Istilah Pemasyarakatan secara resmi menggantikan istilah kepenjaraan sejak tanggal 27 April 1964, melalui amanat tertulis Presiden Soekarno dibacakan pada Konfrensi Dinas Para Pejabat Kepenjaraan di Lembang Bandung. Amanat ini dimaksudkan dalam rangka retooling dan reshaping dari sistem kepenjaraan yang dianggap tidak selaras dengan adanya ide Pengayoman sebagai konsepsi hukum nasional yang berkepribadian Pancasila.
Gagasan Pemasyarakatan dicetuskan pertama kali oleh Dr Sahardjo, SH, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1963 dalam pidato penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa di bidang ilmu hukum oleh Universitas Indonesia, dikemukakan bahwa : “ Di bawah pohon beringin pengayoman telah kami tetapkan untuk menjadi penyuluh bagi petugas dalam membina narapidana, maka tujuan pidana penjara kami rumuskan : di samping menimbulkan rasa derita, pada narapidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi anggota masyarakat Indonesia yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana penjara adalah Pemasyarakatan”.
Sistem Pidana Penjara melahirkan Sistem Kepenjaraan yang berlandaskan kepada Reglement Penjara. Reglement Penjara sebagai instrumen penjatuhan pidana penjara memerlukan wadah atau tempat pelaksanaan yang dikenal dengan Rumah-rumah penjara. Secara etimologi kata penjara berasal dari penjoro (Jawa) yang berarti tobat atau jera.
Istilah Pemasyarakatan secara resmi menggantikan istilah kepenjaraan sejak tanggal 27 April 1964, melalui amanat tertulis Presiden Soekarno dibacakan pada Konfrensi Dinas Para Pejabat Kepenjaraan di Lembang Bandung. Amanat ini dimaksudkan dalam rangka retooling dan reshaping dari sistem kepenjaraan yang dianggap tidak selaras dengan adanya ide Pengayoman sebagai konsepsi hukum nasional yang berkepribadian Pancasila.
Gagasan Pemasyarakatan dicetuskan pertama kali oleh Dr Sahardjo, SH, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1963 dalam pidato penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa di bidang ilmu hukum oleh Universitas Indonesia, dikemukakan bahwa : “ Di bawah pohon beringin pengayoman telah kami tetapkan untuk menjadi penyuluh bagi petugas dalam membina narapidana, maka tujuan pidana penjara kami rumuskan : di samping menimbulkan rasa derita, pada narapidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi anggota masyarakat Indonesia yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana penjara adalah Pemasyarakatan”.
Sistem Pemasyarakatan mengharuskan dirubahnya sangkar menjadi sanggar karena hanya di dalam Sanggar Pengayoman, pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan dapat terwujud.
Dalam perkembangan selanjutnya pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan semakin mantap dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Secara implisit menyatakan bahwa Sistem Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas Pengayoman, persamaan perlakuaan dan pelayanan, pendidikan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita serta terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
C.Prisip-prinsip Pemasyarakatan
Dalam perkembangan selanjutnya pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan semakin mantap dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Secara implisit menyatakan bahwa Sistem Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas Pengayoman, persamaan perlakuaan dan pelayanan, pendidikan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita serta terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
C.Prisip-prinsip Pemasyarakatan
Sebagai dasar pembinaan dari Sistem Pemasyarakatan adalah sepuluh prinsip Pemasyarakatan yaitu :
1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam Negara.
3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.
4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan Negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.
7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila.
8. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia.
9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai salah satu derita yang dialaminya.
10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam Sistem Pemasyarakatan.
Daftar Pustaka
Panjaitan, Petrus Irwan, 1995, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Sunaryo, Sidik, 2004, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Malang, UMM Press
Sujatno, Adi, 2004, Sistem Pemasyarakatan Indonesia (Membangun Manusia Mandiri), Jakarta, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM RI
1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam Negara.
3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.
4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan Negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.
7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila.
8. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia.
9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai salah satu derita yang dialaminya.
10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam Sistem Pemasyarakatan.
Daftar Pustaka
Panjaitan, Petrus Irwan, 1995, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Sunaryo, Sidik, 2004, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Malang, UMM Press
Sujatno, Adi, 2004, Sistem Pemasyarakatan Indonesia (Membangun Manusia Mandiri), Jakarta, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM RI