Sabtu, 31 Oktober 2009

Butir-butir Spiritualitas (Bagian 1)

  Inilah beberapa upaya-upaya yang patut dilakukan baik sebagai individu, anggota keluarga/rumah tangga maupun sebagai anggota masyarakat untuk meningkatkan spiritualitas dalam kehidupan ini sehingga apa yang menjadi tujuan dalam kehidupan ini yaitu kebahagiaan lahir dan bathin tercapai. 

1. Keharmonisan hidup dalam keluarga merupakan kunci utama/dasar untuk menuju pada kebahagiaan. Orang tidak bahagia sekarang karena kunci dasarnya mati. Utamakan keselamatan keluarga. Jika suami senang sendiri mewah sendiri, tanpa mau tahu anak dan isteri, tidak akan mendapatkan kunci itu. Semua anggota keluarga harus mengutamakan keselamatan keluarga.

2. Sifat Ego manusia menyebabkan tidak tahu kewajiban hidup, dan mengambil kewajiban orang lain. Ini yang menyebabkan mengapa terjadinya benturan-benturan yang tidak menentu. Manusia sulit sekali menemukan ketentraman. Dengan mengerti dan melaksanakan kewajiban hidup, hidup ini tidak akan pernah membawa kejengkelan atau kekecewaan. Banyak yang suka mencampuri kewajiban orang lain. Dengan mengerti kewajiban hidup akan memberikan gairah hidup, dan otomotis akan menemukan kebahagiaan.

3. Sesuatu bisa baik apabila ada pada tempatnya, dan menjadi tidak baik apabila ditempatkan bukan pada tempatnya.

4. Suatu kodrat bahwa manusia dilahirkan dengan segala kekurangan yang ada pada dirinya. Dengan demikian setiap orang akan berusaha untuk memenuhi kekurangannya. Setiap mahkluk hidup selalu berjuang untuk memenuhi kekurangannya. Kekurangan itu ada dua yaitu kekurangan yang bersifat biologis/bersifat badani dan kekurangan yang bersifat rohani.. Contoh kekurangan rohani : merasa menderita, tidak percaya diri. Kalau manusia hanya berpikir dari kekurangan biologis, manusia mengalami kejenuhan dan kekosongan.

5. Setiap orang akan tahu keperluan dirinya apabila mereka mengerti dirinya sehinga akan tahu dirinya. Kapan mereka tahu dirinya? Apabila mereka telah percaya pada dirinya. Kapan mereka percaya pada dirinya? Jawabannya adalah apabila mereka meyakini bahwa mereka bersumber pada Tuhan. Dengan demikian barulah akan tahu keperluan hidupnya. Bila manusia tidak percaya pada dirinya, lalu apa yang dilakukannya? Apakah untuk kepentingan orang lain. Kalau untuk kepentingan dirinya harus bertanya dulu pada dirinya sendiri. Manusia harus tahu seleranya sendiri, demikian pula model dan kegunaannya, sehingga akan dapat memeliharanya dan mengaturnya dengan baik. Singkatnya apa yang dimiliki hendaknya mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, tetapi karena demi kepentingan orang lain, bagaimana mungkin akan mendapat kepuasan? Manusia selalu merasa kurang dalam dirinya. Jika sekarang mereka merasa kurang dalam keadaan berlebihan karena mereka berbuat demi orang lain.

6. Dalam hidup ini banyak kesulitan. Orang-orang yang berpikir tradisional akan mengalami kesedihan. Menyerah pada kesulitan akan menimbulkan sifat iri dan fitnah sehingga terjadi benturan-benturan dalam kehidupan. Orang yang paling kecewa di dunia ini adalah orang-orang yang takut menghadapi kesulitan. Makin tinggi cita-cita seseorang makin besar kesulitan yang akan dialaminya.

7. Tuntutan zaman menuntut setiap manusia untuk hidup layak. Oleh karena itu dalam bekerja dan berpikir agar melatih diri untuk hidup berdasarkan tahapan-tahapan sehingga nanti terbiasa menghadapi kesulitan.

8. Melalui kreativitas dari setiap pribadi untuk meningkatkan hidup atau kariernya, tidak lagi membuat hidup ini penuh ketergantungan pada orang lain.

9. Orang yang pamerih tidak mau menerima kenyataan-kenyataan, dan ia pasti kecewa. Dengan sifat pamerih akan banyak menjumpai kekecewaan, sebab harapan lebih tinggi daripada kenyataan. Orang-orang yang demikian penuh dengan kesengsaraan/penderitaan. Di dalam petunjuk agama, manusia tidak dibenarkan untuk pamerih kepada siapapun. Jika sampai muncul perasaan itu, kejengkelan dan kekecewaan akan mengisi jiwanya sehingga kondisi jiwa tidak akan normal. Dari sinilah muncul pikiran-pikiran kotor yang memasuki jiwa itu sehingga penderitaan akan semakin dalam. Jangan pamerih, lebih banyak berbuat. Dengan tanpa pamerih, dapat disadari hukum karma selalu bekerja. Pamerih berarti menentang hukum karma. Terimalah kenyataan, dan tidak menghindari.

10. Makin tinggi pemikiran manusia, makin tinggi pula pemikirannya tentang kehidupan. Manusia menyepelekan hal-hal yang kecil. Justru orang sekarang terpeleset pada hal-hal yang sepele yang akan menggagalkan perencanaan hidupnya. Jika orang sekarang gagal dalam mencapai kedamaian, karena tidak menghargai perbedaan itu dan tidak mengetahui kewajiban hidupnya masing-masing.

Jumat, 30 Oktober 2009

Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan RI berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia


     Menurut Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 : “Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan Pejabat. Selanjutnya dalam pasal 19 ayat (2) menentukan : “Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda. Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), yang bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  
    Selanjutnya ketentuan tentang tata cara menyampaikan pernyataan menjadi Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02-HL.05.06 Tahun 2006 tentang Tata Cara Menyampaikan Pernyataan Untuk Menjadi Warga Negara Indonesia, sebagai berikut :
1. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia diatas materai enam ribu rupiah sesuai dengan format yang telah ditentukan, diajukan ke Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM setempat dengan melampirkan :
2. Fotokopi kutipan akte kelahiran pemohon yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan tempat tinggal Pemohon yang disahkan oleh pejabat yang berwenang ;
4. Fotokopi kutipan akte kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk Warga Negara Indonesia suami atau istri pemohon yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
5. Fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah pemohon dan suami atau isteri yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
6. Surat Keterangan dari Kantor Imigrasi di tempat tinggal Pemohon yang menerangkan bahwa Pemohon telah bertempat tinggal di Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
7. Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian tempat tinggal Pemohon;
8. Surat keterangan dari perwakilan negara Pemohon yang menerangkan bahwa setelah Pemohon memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, ia kehilangan kewarganegaraan negara yang bersangkutan.
9. Pernyataan tertulis bahwa Pemohon akan setia kepada Negara kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara kepadanya sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus ikhlas;
10. Pas foto Pemohon terbaru berwarna ukuran 4x6 sebanyak 6 (enam) lembar.
   Selanjutnya Membayar Biaya PNBP pewarganegaraan berdasarkan perkawinan (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006) sebesar Rp. 2.500.000,- ( dua juta lima ratus ribu rupiah), sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang berlaku Pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.


Minggu, 25 Oktober 2009

Mengapa ada yang percaya dan tidak percaya kepada Tuhan?


  Setelah mengikuti perkembangan ratio di zaman sekarang ini kita sangat kagum sekali. Daya berpikir manusia begitu pesatnya. Apa yang dirasakan dulu tidak mungkin dapat dijangkau oleh kecerdasan akal manusia, sekarang telah menjadi kenyataan, dengan sumbangan pikiran, yang diamalkan melalui sarana kemanusiaan, seperti pabrik-pabrik besar, industri-industri besar dan modern.
  Keperluan hidup dapat memberikan gairah untuk mempertahankan hidup terus menerus. Dunia telah kebanjiran dengan serba ragam keperluan hidup dari yang antik sampai dengan ultra modern. Hubungan antar daerah, antar satu negara dengan negara lain yang menjadi dekat dan mudah. Persaudaran umat yang berjauhan dapat dilaksanakan dengan mudah. Dunia menjadi semakin sempit. Komunikasi udarapun demikian. Pemikiran telah berubah. Demikian pula kebudayaan dan tata kehidupan tidak ketinggalan. Perubahan tata kehidupan dan kebudayaan demikian pesatnya sebagai akibat dari penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern.     Dengan melihat kenyataan yang demikian itu, tidak heran kalau pandangan akan kebenaran hidup akan berubah pula. Saat ini orang-orang sangat mengagung-agungkan ilmu pengetahuan yang rasional, dan itu adalah merupakan kewajaran. Mengapa?. Ini tiada lain dari suatu pengaruh pikiran yang sering didengung-dengungkan, bahwa akal manusia tidak akan mencapai apa yang belum pernah dilihat dengan dalih bahwa semuanya itu adalah takdir. Ke bulan tidak mungkin, kenyataannya bisa. Bebicara jarak jauh hanya monopoli orang yang mempelajari ilmu kebathinan, namun ilmu pengetahuan juga dapat menunjukkan kemampuannya. Ini merupakan revanse dari pengetahuan yang terlalu meninjau dari satu segi saja. Revanse terhadap semua kepercayaan yang bersifat gaib. Dengan bangkitnya ilmu pengetahuan itu yang dapat membangkitkan dan membuktikan kemampuannya untuk menyelidiki kabut yang masih terselimut oleh ketahyulan. Ini pula yang menyebabkan mengapa dunia terbagi dua, yaitu antara yang masih percaya dengan adanya Tuhan dan yang tidak percaya dengan adanya Tuhan. Mengapa terjadi yang demikian ini?. Ini tiada lain karena kesalahan dari kedua belah pihak yang secara membuta mempertahankan kebenaran dirinya masing-masing. Atau mana yang salah dan mana yang benar?
  Untuk membahas hal tersebut pikiran diarahkan kepada ajaran Tri Hita Karana. Sebab dari kesejahteran itu ada tiga. Ketiga itu adalah Tuhan, Manusia dan Jagat (alam). Kalau susunannya demikian bahwa semua kelahiran itu berasal dari Tuhan. Tuhan sebagai tenaga penggerak. Manusia dan makhluk lainnya merupakan isi yang diciptakan oleh Tuhan untuk mengisi Jagat (alam) ini. Jagat adalah merupakan wadah tempat hidup dan mencari kehidupan. Kalau itu adalah wadah maka dapat diambil suatu pengertian bahwa itu adalah materi. Tuhan adalah jiwa sedangkan manusia adalah alat begerak.
   Manusia memiliki Dwi Sarira yaitu Stula sarira (jasmani sebagai badan wadah) dan Suksma sarira (sebagai badan roh). Kalau ada dua badan tentu ada isinya. Isinya adalah Atman, atau Brahman atau Tuhan. Oleh karena itu sering disebut juga dengan Tri Sarira, yaitu Stula sarira, Suksma sarira dan Atman Karana. Atman karana sebagai sumber hidup yang menjadi sebab manusia itu hidup. Tanpa itu manusia tidak bisa hidup. Jadi jelas bahwa bukan roh saja yang hidup namun jasmanipun hidup. Roh juga badan yang mempunyai sifat gaib yang tidak dapat dijangkau oleh alat indria. Jasmani adalah badan kasar yang dapat dilihat langsung. Kalau ingin melihat badan roh hendaknya dapat menghentikan aktivitas dari badan jasmani. Begitu juga bila akan melihat Atman hentikan gerak dan aktivitas dari kedua badan yang membalutnya. Hal ini dalam agama Hindu disebut telah mencapai Samadhi, yang artinya dapat berhadapan langsung dengan Brahman atau Tuhan. Bila masih terikat dengan wadah yang membungkusnya dengan sendirinya akan sulit melihat apa isi yang sebenarnya. Melihat yang nyata harus mempergunakan yang nyata pula dan melihat yang tidak nyata dengan yang tidak nyata pula. Atman menjiwai badan roh sehingga menjadi hidup. Roh menjiwai badan jasmani sehingga menjadi hidup dan dapat begerak. Bila ditinggalkan oleh roh, manusia dikatakan mati.
   Kalau di dunia ini boleh juga dipandang sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana. Tuhan adalah Atman akan menjiwai manusia sebagai badan roh dan akan menjiwai Jagat sebagai badan jasmani. Hubungan yang terdekat dari dunia adalah manusia. Wajarlah manusia akan dapat mengetahui segala unsur yang terdapat di Jagat ini dengan pengetahuan yang didapat oleh organ-organ jasmaninya. Pengetahuan ini yang disebut rasionil. Bila dalam kata agama Hindu disebut dengan pengetahuan Wijnana. Pengetahuan ini tidak memerlukan alam kesadaran tetapi sangat memerlukan alam kecerdasan akal yang merupakan salah satu organ dalam jasmani. Segala bahan-bahan yang menjadi perhatian dari ratio adalah yang berupa materi dengan kekuatan gerak (dari materi itu sendiri). Ini sering disebut dengan kekuatan listrik atau magnetnya.
Jadi bila ilmu pengetahuan dunia ini mengagung-agungkan hasil penemuannya demi kesejahteraan lahir umat manusia bahkan seluruh makhluk di dunia, itu adalah suatu hal yang sangat wajar. Malah hal itu hendaknya diberikan suatu spirit agar dapat menemukan materi yang masih terpendam agar dapat memberikan atau mengisi kebutuhan hidup manusia yang berjasmani. Di sini akan kelihatan akan salah dan benar kalau selalu berpikir dari satu segi saja.
   Bila dikembalikan dengan adanya ajaran supaya tidak percaya dengan adanya Tuhan mungkin disebabkan oleh adanya larangan yang sangat membatasi perkembangan ratio daripada pengembang ajaran komunis itu. Mungkin kalau perkembangan dari ilmu pengetahuan itu tidak ditekan, malah dilarang, mungkin tidak ada ajaran yang melarang orang percaya dengan adanya Tuhan. Hal ini merupakan hal yang wajar pula (Cuplikan dari “Renungan Malam Purnama di Taman Mayura” oleh Wiswamurti).

Kamis, 22 Oktober 2009

Silsilah Gusti Sastra


         Menurut sumber yang ada berupa lontar yang disimpan oleh sesepuh kami di Balepunduk Kelod Dauh Toya Desa Tegalinggah Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem, bahwa salah satu putra Gusti Sastra adalah Sang Hyang Marep Kangin. Sang Hyang Marep Kangin menurunkan Gusti Perasi. Gusti Perasi menurunkan Gusti Banjar Kangin, Gusti Banjar Kangin menurunkan Gusti Timrah. Gusti Timrah selanjutnya menurunkan Gusti Sadha yang bertempat tinggal di Balepatus Karangasem. Gusti Sadha menurunkan Gusti Cengol. Gusti Cengol menurunkan Gusti Warthi. Gusti Warthi mempunyai 3 (tiga) orang putra yaitu Gusti Sudantha, Gusti Pojar dan Gusti Manuaba. Gusti Sudantha yang bertempat tinggal di Tegal Karangasem Balepatus diangkat menjadi Perbekel oleh Ida Anak Agung Puri Karangasem pada tahun Caka 1752 dengan wilayah kerja Bangle, Tanguwang, Siledumi, dan Susuan Banjar Kauh. Selanjutnya Gusti Pojar dan Gusti Manuaba meninggalkan Balepatus Karangasem menuju dan bertempat tinggal di Balepunduk Kelod Dauh Toya sejak Tahun Caka 1756 yang ditugaskan oleh Ida Anak Agung Puri Karangasem untuk merawat sawah/tegalan milik Ida Anak Agung sekaligus menjadi Pekaseh. Dari Gusti Sudantha, Gusti Pojar dan Gusti Manuaba melahirkan sentana di Balepatus Karangasem dan Balepunduk Kelod Dauh Toya Desa Tegallinggah Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem, dan sebagian sentananya kini mencari penghidupan di wilayah Cakranegara Kota Mataram Nusa Tenggara Barat.
       Semua sentana mengakui Arya Sastra sebagai leluhur yang patut dipuja dan dihormati sehingga para sentananya mendapat perlindungan. Para sentana telah beberapa kali melaksanakan sraddha dan bhakti ke Pura Dalem Agung Sri Nararya Kresna Kepakisan Klungkung Bali.