Jumat, 24 Februari 2012
Menjelajahi Mahabharata "Bagaimana Mendidik Bayi ini?"
Menjelajahi Mahabharata merupakan ulasan hidup mengikuti pelaku-pelakunya sebagai pembawa unsur kejiwaan dalam badan manusia. Selanjutnya dapat dibaca atau di download di sini.
Minggu, 19 Februari 2012
Keterikatan pada dunia dan pikiran yang kreatif
Setelah saya menanggapi pengertian dari
beberapa pelaku tadi, akan saya bawa lagi pada kelahirannya Bhisma. Bhisma
adalah kelahiran dari Wasu yaitu pencuri lembu di sorga. Hal ini disebabkan
oleh keinginan salah seorang isteri dari delapan Wasu yaitu Wasu Dyahu. Oleh
karena perbuatan yang dilakukan itu tidak sesuai dengan tempatnya, mau tidak
mau akan mendatangkan hasil yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu harus
dihukum. Hukuman suatu perbuatan tiada lain hanya di dunia maya ini. Dan di
dunia ini pula dia akan mendapatkannya. Orang yang masih terikat akan suatu
kenikmatan dunia dia selalu akan lahir ke dunia lagi. Sorga tidak akan mau
menerima orang yang masih terikat pada dunia. Ini pulalah penyebab kelahirannya
ke dunia ini dengan nama Bhisma sebagai putera dari Shantanu dengan Dewi
Gangga.
Dus berarti Bhisma adalah tempat dari
maya dengan sifat-sifatnya. Bhisma berarti rumah, wadah tempat segala-galanya.
Disinilah sifat Bhisma sebelum menjelang kematiannya tidak dapat ditiru dan
malah harus kita kalahkan. Tetapi manfaat yang dapat dipetik daripadanya ialah
setelah dia menyadari diri dari semua perbuatan-perbuatannya yang membawa
malapetaka. Dengan kesadarannya pula dia sanggup merubahnya sehingga menemukan
jalan untuk kelepasan. Shantanu adalah kedamaian jasmani atau lahiriah.
Seperti
apa yang dinyatakan dimuka bahwa Dewi Gangga adalah merupakan simbol pemuas
daripada kehidupan di dunia atau merupakan suatu kekuatan untuk hidup di dunia
yang dapat mensejahterakan rasa kedamaian (Shantanu). Tetapi oleh karena salah
pengertian dan ketidaktahuan akan perikehidupan maka akhirnya lahirlah suatu
sifat yang ingin menguasai sendiri (egois) yang hanya sekedar untuk memenuhi
kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain dan dirinya
sendiri. Ini adalah akibat yang didapat dari kepergiannya Dewi Gangga. Bila
pengisi kehidupan itu sudah tidak ada dan yang ada hanya wadah yang selalu
ingin dipenuhi, maka timbullah suatu kebingungan yang amat besar. Di sini
pulalah timbulnya suatu penyesalan yang tak ada gunanya.
Bila
diartikan lain lagi setelah Shantanu merasa puas dengan materi yang dikuasainya
dan merasa tidak perlu lagi untuk berusaha (malas) dan pergilah pengisi
kehidupan itu. Dhurgandini dengan hidup barunya yang harum semerbak dengan nama
Sayojanaghandi adalah merupakan suatu daya tarik yang luar biasa. Hal ini tiada
lain berkat jerih payah dari Bhagawan Parasara. Dengan Parasara lahirlah Bhagawan
Wyasa.
Bila kita telaah lebih jauh, kita akan
diajak berpikir ke arah kesucian hidup kerohanian yang sempurna. Dengan
pengertian kesucian berarti berpikir akan Ketuhanan dan berarti juga harus
beragama. Tidak cukup hanya berpikir saja juga harus dengan pelaksanaannya,
seperti apa yang diajarkannya kepada Dhurgandini. Di sini pula kita diajak
berpikir dalam dua perbedaan yang besar antara sifat buruk dan sifat baik.
Antara Dhurgandini sebagai sifat buruk dan Parasara sifat baik dan luhur. Jiwa
atau sumber penggerak adalah hal-hal yang baik dan luhur, dengan sendirinya
perbuatan lahiriah akan menjadi terarah dan baik. Untuk membedakannya dari
kedua kekuatan yang ada dan saling bertentangan timbullah suatu kreatif yang
disebut pikiran. Pikiran yang kreatif dan baik akan dapat menolong kehidupan
kita. Dan di sini sebagai pelakunya adalah Bhagawan Wyasa.
Setelah alam berpikir kita
bertambah dewasa sebagai hasil didikan dari kehidupan duniawi yang baik serta
berwibawa yang dapat melepaskan diri
dari karma-karma yang menimbulkan wasana
yang tidak baik di dalam menuju kesucian bathin untuk dapat melepaskan diri
dari sifat ketergantungan akan ikatan diri kita dari pemikiran akan sorga
neraka. Dengan berpikir demikian kita akan ikhlas ditinggalkan oleh kedua orang
tua untuk pergi bertapa ke Ratehu atau ke alam kebebasan. Begitu pula kedua
orang tuanya akan pergi meneruskan hidupnya masing-masing menurut fungsi dari
hidupnya sendiri-sendiri. Parasara melanjutkan perjalanannya menuju
pertapaannya, sedangkan Sayojanaghandi diserahkan lagi kepada Dasabala sebagai
bapak angkatnya.
Kehidupan yang Luhur
Marilah
saya ajak melihat Matsyapati. Matsyapati dengan rupa tampan sebagai anak
lelaki, walaupun kelahirannya kembar dengan Durgandini, perlu mendapat
pendidikan di istana di bawah asuhan ayahnya Basuparicara dengan ibunya Girika.
Setelah Matsyapati dewasa, dia diangkat menjadi Raja Wirata.
Sekarang kita melihat prikehidupan
Matsyapati. Matsyapati sebagai putera lelaki yang akan menjadi pewaris dari
kerajaan, dengan sendirinya akan dipelihara sebaik mungkin. Sebagaimana kita
telah sama mengetahui bahwa lelaki mempunyai sifat purusa yang berarti menjiwai
atau merupakan urip dan mempunyai sifat nirguna,
Dalam hidup ini selalu sayang akan
urip atau jiwa. Dan selalu pula dipelihara dengan sebaik mungkin. Sebab itulah
yang menentukan hidup atau mati. Bukan materi dunia ini, dan bukan pula
perasaan suka duka ataupun suatu keinginan. Oleh karena itu perlu didudukkan
sebagai raja. Dengan segala kekuatan yang ada, dikerahkan dan dengan segala
daya upaya yang ada untuk dapat menyelamatkan kehidupan dari Matsyapati atau
urip. Matsyapati dapat diartikan karmapala
yang bebas. Daya upaya ini tiada lain daripada ayahnya sendiri dengan nama
Basuparicara. Dan setelah ia besar diangkat menjadi Raja Wirata atau boleh
diartikan dengan kehidupan kita. Wirata adalah kehidupan yang luhur. Di sini
saya dapat mengambil suatu pengertian yang sama bagi kedua nama yang berbeda
antara Pratipa dengan Basuparicara, karena mempunyai suatu kaitan yang satu
dengan yang lain yang tidak bisa dipisahkan seperti Nakula Sahadewa. Pratipa sebagai wadah,
sedangkan Basuparicara sebagai isi. Oleh karena itu pula saya mengambil
pengertian dari dalam tubuh kita sendiri. Pratipa adalah gerak jasmani, Basuparicara
adalah gerak rohani.
Menjadi Pemimpin adalah Melayani
Di sini juga sedikit saya akan petikkan
ceritera lahirnya Krishna dari perkawinan antara Dewaki dan Wasudewa. Sebagai
anak yang nomor 8. Tetapi mengalami suatu cara di mana pada waktu Dewaki
melahirkan Krishna dan bersamaan dengan itu Yasoda isteri Nanda juga melahirkan
seorang bayi pada waktu itu juga. Dengan segera anak itu ditukarkan, dan
Krishna menjadi anak Yasoda dan anak Yasoda menjadi anak Dewaki. Begitu Raja
Kangsa mendengar bahwa Dewaki melahirkan anak, dia marah dan langsung membunuh
anak tersebut tanpa penyelidikan terlebih dahulu. Dan selamatlah Krishna dari
pembunuhan Kangsa.
Setelah Krishna dewasa dia dapat
mengalahkan segala usaha dari Kangsa untuk membunuh dirinya dan berakhir dengan
kematian Kangsa sendiri di tangan Krishna. Begitu juga dengan kelahirtan dari
kakaknya sebagai anak yang ke tujuh ditukar dengan bayi yang masih dalam
kandungan ke perut Rokhini sebagai isteri yang kedua oleh Hyang Nidra.
Setelah itu Krishna meninggalkan
kerajaan Mathura. Krishna kawin dengan Rukmini puteri Bhismaka dari Widarba,
dan tinggal di Dwaraka. Dan juga kawin dengan Satyabhama. Krishna mempunyai
kekuatan gaib yang tak dapat terkalahkan, dan kekuatannya ini telah diuji
kesaktiannya oleh Hyang Narada. Terjadilah peperangan antara Krishna dengan
para Dewa. Atas usaha dari Hyang Indra dan Dewi Aditi hal tersebut dapat didamaikan, dengan catatan
Krishna dapat mengambil bunga Prijata yang menjadi bibit pertengkaran itu
sesuka hatinya.
Setelah saya ceriterakan ceritera
singkat dari kelahiran Krishna secara singkat, maka kini saya akan ajak untuk
memulai mencari isi yang terkandung di dalamnya. Tetapi hal ini tergantung dari
cara menggalinya dan juga tergantung benar akan kesanggupan seseorang. Dalam
hal ini akan jelas perbedaan dari setiap ulasan yang ada. Hal ini tak lain
disebabkan oleh perbedaan dari setiap individu yang mengulas.
Bila saya melihat jalan ceritera di atas
tadi maka saya akan ajak untuk berpikir akan pengertian dari Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit yang mempunyai identitas yang sama dalam
perbedaannya. Kalau dalam diri kita terdapat dua badan yang baru akan hidup
setelah dijiwai oleh Atman, maka
dalam Bhuwana Agungpun akan kita lihat adanya Maya sebagai Jagat (sekala)
atau yang juga disebut benda materi yang
berwujud dengan materi niskala yang
tak berwujud sebagai suksmanya. Hal
itu akan menjadi hidup dengan gerakan yang selalu menyebabkan adanya perubahan setiap saat. Penyebab itu
diberi nama Brahman, atau sering juga
disebut dengan kata Siwatman. Siwatman inilah yang menjadi jiwa dari Bhuwana. Dan juga akan saya petikkan
kata-kata mutiara yang selalu ada pada setiap buku-buku agama seperti : Sarwa idham khalu Brahman, yang berarti
semua yang ada ini baik yang berwujud mupun yang tak berwujud adalah Brahman. Dan ada lagi : Atman Brahman Aikyam, yang mempunyai
suatu pengertian bahwa Atman sebagai
jiwa dari Bhuwana Alit (manusia) dan Brahman sebagai jiwa dari alam jagat
raya sebagai Bhuwana Agung.
Setelah kita sama mengerti duduk
pesoalannya, barulah saya akan memulai dengan pengertian sebelum lahirnya
Krishna. Dewaki adalah kekuatan baik dari dunia maya dan Kangsa adalah sifat buruk dari maya. Oleh karena kedua sifat yang dibawa oleh maya itu sama lain, mempunyai arah tujuan yang lain pula dan akan selalu bermusuhan. Dalam hal ini
kekuatan maya yang menjurus kepada kepentingan maya
yang langsung menjadikan dirinya sendiri akan berusaha mengalahkan sifat maya
yang baik yang tidak memberikan kepuasan maya sebagai pembalut
dirinya. Biasanya kita lebih cenderung memenangkan sifat dari semua gerakan itu
bila hal itu akan menguntungkan demi pemuas hidup jasmaniah. Sifat yang kurang
baik itu dapat disimbulkan Raja Kangsa. Oleh karena itulah Kangsa tidak akan
mau kalau anak Dewaki itu akan lahir dalam keadaan hidup.
Marilah kita ambilkan suatu contoh akan
pertimbangan dan setiap usaha dalam menyelamatkan kehidupan duniawi, biasanya
yang menang dalam pertimbangan ialah
takut mengadakan amal pengorbanan yang jelas akan merugikan materi yang sedang
dimiliki. Dan dalam hal ini pula akan selalu muncul pemikiran dalam diri, untuk
membunuh suatu etikad baik dalam hal mengadakan pengorbanan (yadnya) materi. Jadi kalau demikian
duduk persoalannya, pantaslah kalau Kangsa selalu berusaha untuk membunuh
setiap kelahiran dari anak Dewaki yang akan
memusuhi dirinya. Hal ini selalu menjadi penghalang dan setiap gerak yang akan membawanya ke arah
keutamaan. Begitu pula nasib dari Baladewa (Balarama) yang dengan kekuatan gaib
dari Hyang Nidra dapat diselamatkan setelah dipindahkan keperut Dewi Rukmini. Nidra
adalah suatu tak kesadaran (lupa). Dengan lupa kadang-kadang ia bisa selamat.
Lupa akan memenuhi maksud jahat adalah sangat bermanfaat. Lupa menyebabkan
tidak berbuat. Tanpa disadari maksud baik yang akan dimusnahkan itu dapat
selamat. Selamatlah Baladewa. Sekarang Krishna sebagai kekuatan pengendali
kehidupan sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang harus tidak
diselamatkan, dalam kehidupan untuk mencapai kedamaian yang abadi. Sebagai
manusia yang hidup, sebagai manusia yang mati, yang akan kembali ke asalnya,
atau yang disebut Moksa. Oleh karena
itu seperti nama yang diberikan kepadanya sebagai anak yang ke delapan dan dengan kekuatan gaib yang tak ada
taranya, sehingga dapat melebur semua sifat jahat, gelap, menjadi sifat yang
penuh kasih sayang, berpikiran terang
dan sadar akan sebab-sebab kita lahir, fungsi kita hidup dan arah yang akan
dituju waktu mati. Krishna adalah perlambang dari penitisan Tuhan ke dunia
sebagai Awatara untuk menyelamatkan
dunia ini dari kehancuran sebagai akibat dari sifat-sifat yang buta dan gelap,
yaitu seperti egois, ambisius, materialis, dan apriori. Dengan keterampilan
dalam setiap gerak menjalankan apa yang diajarkan dalam Astangga Yoga dan Astanggika
Marga, agar supaya semua fungsinya dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Begitu juga sering kita mendengar
kata-kata, bahwa kita harus menjalankan apa yang disebut delapan jalan
kebenaran. Untuk dapat menjalankannya, haruslah mau menjadi anak seorang
gembala, yang berarti harus dapat melayani semua kepentingan dari kehidupan,
dan juga pengekangan semua indria agar
semuanya itu tidak dapat berbuat sekehendak hatinya. Dengan sendirinya tidak
akan dapat menyusahkan diri sendiri. Binatang-binatang domba yang berkeliaran
dalam diri, haruslah dipelihara dengan sebaik-baiknya agar jangan membuah susah
kelak. Yasoda sebagai ibu angkat dan sebagai pemilik domba-domba itu tiada lain
dari Yasa atau Kerti atau amal bhakti, dalam menentramkan diri sendiri atau lebih luas lagi adalah masyarakat.
Demikianlah kalau akan menjadi pemimpin
diri sendiri, pemimpin dari keluarga, masyarakat dan lain sebagainya, hendaknya
lebih banyak melakukan amal bhakti dalam melayaninya dan mendamaikannya agar
mereka satu dengan lain tidak terdapat perselisihan. Kalau sudah itu dapat
dijalankan dengan sebaik-baiknya mau tidak mau akan dapat mengalahkan
sifat-sifat yang dibawakan oleh Raja Kangsa.
Dalam hidupnya setelah mengalahkan Raja
Kangsa, Krishna kawin dengan Rukmini dan Satyabhama, dan tinggal di kerajaan
Dwaraka. Rukmini adalah suatu pemberi kesejahteraan dunia, sedang Satyabhama
adalah sifat pelindung, pemelihara daripada kehidupan rohani dalam menuju
kedamaian. Bila hal ini tidak seimbang dalam geraknya mendapatkan suatu
kesejahteraan, baik rohani maupun duniawi. Hal ini dapat dilihat ujian yang
diberikan oleh Narada, hanya kepada Rukmini (kesejahteraan) duniawi saja yang diberikan bunga Prijata) maka
Satyabhama akan menuntut. Di sinilah Krishna harus dapat membela dan menentukan
sifatnya dalam melindungi ketentraman yang seimbang. Hal dari penentuan sikap
inilah Krishna berani bertempur, dengan siapa saja yang dalam geraknya berat sebelah
atau memihak. Oleh karena kekuatan yang dia miliki, akhirnya semua Dewa mau berdamai dan Krishna diberikan mengambil
bunga Prijata yang menjadi bibit pertengkaran dan peperangan, yang akan
diberikan kepada Satyabhama, sesuka hatinya. Dwaraka adalah sumber
Kemahakuasaan Tuhan. Narada sebagai kekuatan ilmu Ketuhanan yang bijaksana, sebagai
jiwa dari Arjuna. Indra adalah kekuatan kebijaksanaan dalam fungsi, kewajiban
serta kepentingan hidup, yang nantinya akan menjadi ayah Arjuna. Adhiti adalah
kekuatan untuk memberikan penerangan dalam menjalankan kebenaran, untuk
menciptakan kedamaian.
Langganan:
Postingan (Atom)