Kembali
lagi kepada Catur Warna. Hal ini tidak
saja di dalam kehidupan individu,
juga dalam kehidupan sosial sebagai
manusia beragama, bermasyarakat, bernegara dan berkeluarga. Dalam hidup sosial,
sesuai dengan perbedaan daya kemampuan masing-masing dalam melakukan kewajiban
di masyarakat, perlu adanya perbedaan tugas kewajiban, menurut ajaran agama,
dipilihlah orang-orang yang mampu memegang pengetahuan ketuhanan (AGAMA). Bagi
mereka diberikan untuk mengadakan pendidikan agama dan mengurusi hal-hal yang
menyangkut hidup beragama. Warna yang
diterimanya adalah BRAHMANA.
Kedua yang dapat melaksanakan pengetahuan pengaturan hidup yang benar, dan
membela serta mempertahankan hidup beragama dalam masyarakat sehingga satu dengan lainnya dapat melakukan dharmanya dengan tentram. Warna
yang diberikan kepadanya KSATRIA, yang
berarti melindungi kebenaran. Brahmana
akan mengatur hidup spiritual dan
Ksatria akan mengatur hidup materiil (phisik). Ketiga adalah sebagai badan pengaturan alat-alat keperluan hidup (sandang pangan) diserahkan kepada
yang mempunyai modal materi.
Kepada mereka diberikan warna WESYA. Keempat yang tidak mempunyai ilmu dan modal serta pikiran pengendalian, dan hanya dengan
tenaga kerja melulu, kepadanya diberikan warna SUDRA. Di sinilah akan
kelihatan, bahwa agama hanyalah suatu
wadah kebenaran hakekat. Di sini akan
kelihatan bahwa agama hanya sekedar ajaran kerohanian dan bukan kehidupan
yang luas. Ini pula yang menyebabkan adanya pandangan, bahwa dengan mempelajari atau mentaati ajaran
agama, menyebabkan kemelaratan hidup di dunia. Lalu mana yang benar, apakah agama hanya sekedar ajaran kerohanian atau ajaran hidup dalam menuju kemakmuran materiil
dan kemakmuran spiritual. Benarkah kalau
ada pendapat, yang mengatakan
seperti ini. Agama tanpa ilmu
adalah lumpuh, dan ilmu tanpa agama adalah buta. Namun akan kembalilah suatu pandangan sebelah pihak. Rohani melulu, jasmani menyendiri. Inilah yang menyebabkan
kepincangan, sehingga kedua-duanya tidak akan mendapat ketentraman. Inilah yang menjadi sebab permulaan adanya penipuan
diri sendiri . Bila dilihat lagi dari kata TRI KAYA dan TRI KAYA PARISUDHA. Mengapa
harus diisi dengan kata PARISUDHA lagi. Kaya adalah perbuatan. Tri adalah tiga. Parisudha
adalah disucikan. Tri kaya mengandung arti tiga perbuatan (gerakan yang dilakukan oleh manusia). Manacika adalah perbuatan pikiran (logika). Wacika adalah
pembicaraan. Kayika adalah perbuatan
anggota badan. Kalau ketiga-tiganya dalam geraknya tidak searah, dan
saling bertentangan, menandakan sesuatu yang tak benar pengendaliannya. Inilah
suatu penipuan diri sendiri dan juga
untuk orang lain. Karena gerakan yang
saling bertentangan yang menyebabkan suatu yang tidak benar, perlu diadakan perbaikan agar menjadi gerak searah. Setelah menemukan gerak
searah baru dapat ditambah dengan
Parisudha. Atau dengan kata lain menemukan
kehidupan yang benar. Kalau
kembali lagi ke Catur warna,
hendaknya dari Brahmana, Ksatria, Weysa dan Sudra
mempunyai satu kesatuan gerak dan arah. Barulah terjadinya keharmonisan. Kembali
lagi ke Tri Hita
Karana, manusia sebagai badan
penghubung antara Tuhan dan Jagat, manusia pula yang dapat
memikirkan kepentingan kedua belah pihak. Baik sebagai tenaga pemberi, tenaga pelaksana, dan tenaga pencari dan
sebagai tenaga pencipta keharmonisan hidup,
sebagai tenaga pemelihara dan sebagai tenaga pelebur yang menjadikan
hilangnya heharmonisan hidup. Seperti
halnya Catur Warna, dan dengan budhi,
citta, manah dan ahamkara, akan
dapat dibedakan menjadi dua bagian. Bidang mental ialah Brahmana dan
Ksatria yang mempunyai identifikasi dengan citta, budhi, manah, Wesya dan Sudra mempunyai kesamaan dengan ahamkara dan indria. Dengan adanya Tri Kaya itu,
dapatlah membawa pandangan ke dalam agama.
Dalam agama akan dijumpai TIGA KERANGKA.
Tiga kerangka tadi ialah : tattwa, upakara dan tata
susila. Dilihat selayang
pandang akan merupakan tiga hal yang satu dengan lainnya yang
dipisahkan. Namun tak dapat
dipisahkan. Seperti halnya yang ada pada
diri manusia. Tattwa adalah
jiwanya, upakara adalah badannya, tata
susila adalah geraknya. Jiwa
adalah unsur kebenaran hakekat (TATWA), badan merupakan wadahnya (UPAKARA), sedang geraknya/perbuatanya
yang dilakukan untuk dapat membawa badannya
supaya hidup adalah TATA SUSILA. Atau dangan istilah yang lumrah ialah Filsafat, Rituil dan Etika. Ketiga-tiganya selalu ada. Jiwa tanpa badan, tidak mungkin. Badan tanpa jiwa juga tidak mungkin. Jiwa dan badan tanpa gerak sama
dengan mati sebelum mati. Yang kelihatan hanyalah badan dan geraknya. Untuk mengetahui jiwanya
(hakekatnya), dapat dilihat melalui badan
dan gerak. Keduanya ini disebut
kenyataan lahiriah dan juga disebut
MAYA. Sedang jiwanya yang tak
nyata disebut kegaiban atau mistik atau yang SEJATI. Dalam agama yang kelihatan dan
menonjol adalah Rituil dan ETIKA.
Rituil yang berupa materi dan ucapan-ucapan suci atau mantram. Mengucapkan mantram
dan tatacara melakukan (Upacara) adalah
merupakan Etika. Inilah yang
merupakan maya daripada agama. Namun kebenaran HAKEKAT tak pernah nampak. Begitu juga dalam Tri Kaya, yang nampak adalah wacika dan kayika. Manah
tak pernah nampak, kalau tidak
dicari dengan kekuatan rabaan daya
kemampuan berpikir atau
membayangkannya. Yang mistik tak pernah tampak, dan yang tampak hanyalah yang dapat dilihat
oleh pancaran indria. Begitu juga yang ada pada tubuh manusia. Jasmani yang nampak, namun jiwanya tak nampak.
Apakah benar yang ada hanya yang
nampak saja? Kalau yang nampak saja yang ada, mengapa ada manusia
yang dikatakan hidup dan manusia
yang dikatakan mati, seharusnya manusia
tetap hidup saja, atau tetap mati saja sebagai mayat. Begitu juga dalam Tiga Kerangka agama. Jiwa adalah sumber
gerak, yang akan mengadakan suatu proses perubahan, dan bersifat kekal. Materi (maya) yang menjadi hidup dan bergerak.
Keterikatan akan materi yang selalu
bergerak (TRESNA), adalah
sesuatu yang keliru. Tenaga (sumber gerak) adalah statis, sedang materi adalah dinamis. Tresna adalah suatu keinginan agar yang bergerak itu tidak melakukan gerak atau
tidak mengalami perubahan. Oleh karena itu, tidak sewajarnya untuk diikat. Biarlah dia bergerak
untuk melakukan kewajibannya sebagai materi. Keterikatan atau menghalangi sesuatu yang sudah seharusnya, akan menimbulkan suatu penderitaan atau suatu kerugian perasaan, tenaga dan materi itu sendiri.
Gerak dan materi menimbulkan
adanya tenaga. Tenaga akan selalu ada
bila materi itu selalu bergerak. Materi itu akan selalu dapat bergerak, bila
ada pengganti dari tenaga yang telah
dikeluarkan. Untuk mengisi atau
mengganti materi yang telah
haus. Pengganti materi ada pada
materi. Hal itu perlu dicari.
Mencari materi pengganti perlu adanya
tenaga kembali. Materi ada pada dunia (Jagat). Dunia harus digali.
Materi dunia sudah didapat harus diolah oleh
dunia kecil (perut). Itu juga
memerlukan tenaga. Atau dikembalikan istilahnya, seperti
materi dunia, sebut saja MAKANAN.
Makanan dimasukkan, dan diolah diperut
untuk mendapatkan sari-sari makanan (amertha). Amertha
selain mengganti unsur badan
yang haus, juga akan memberikan tenaga untuk mencari. Tenaga adalah suatu kekuatan untuk melebur, memelihara, dan mencipta. Tenaga adalah
kekuatan yang ditimbulkan oleh materi yang bergerak. Matahari bergerak menimbulkan
panas. Panas yang kuat
menimbulkan adanya sinar. Panas dan nyalanya
di sebut api sebagai tenaga
pelebur/pembakar yang kurang
kuat, memelihara yang kuat tak terbakar
dari balutan yang lain (yang kuat) untuk menciptakan yang baru atau yang tak terbalut atau mencampur dengan yang
mempunyai kekuatan yang lebih kuat. Panas adalah tenaga. Tenaga adalah mempunyai
kesamaan istilah dengan Bhatara dan sinar
(nyala) dengan istilah Dewa. Sinar adalah suatu alat untuk menerangi
kegelapan, sehingga akan dapat melihat sesuatu dengan kenyataannya. Dewa juga akan menerangi alam berpikir (manah) untuk dapat memberikan analisa
yang jelas dan terang. Berpikir yang terang akan didapatkan bila kekuatan
berpikir telah dapat melebur problema yang ada. Problema yang ada harus mempunyai
kekuatan (kesulitan) yang dapat dipecahkan oleh kemampuan berpikir. Berpikir yang terang adalah dapat
melihat kenyataan yang sebenarnya (hakekat). Berpikir adalah suatu hasil
peninjauan antara dua atau lebih yang tidak sama. Berpikir adalah alat pelihat
yang dapat mencari suatu hakekat dari dua hal yang tidak sama. Begitu juga dalam
berpikir terhadap diri sendiri sebagai manusia yang terdiri dari dua badan, diantara
yang nyata (maya) dan gaib (mistik). Begitu
juga diantara dua unsur materi
yang tidak sama nilainya, rupanya, bentuknya dan kondisinya, serta penggunaannya.
Bagaimana agar semua unsur materiil dalam hubungan materi agar dapat melakukan dharmanya atau fungsinya, atau bagaimana
mengadakan hubungan antar dua kekuatan untuk menjadi satu kesatuan baru (KONVERGENSI) (Wiswamurti).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar